05 September 2008

Mengucapkan Terima Kasih

Pada suatu event tertentu, seseorang mewakili pimpinannya memberikan kata sambutan. Saya mengenal pimpinan beliau selalu mengucapkan terima kasih kepada semua pihak jika menyampaikan sambutan dalam momen seperti ini, termasuk ucapan terima kasih kepada panitia yang telah bekerja menyelenggarakan acara. Namun, beliau yang mewakili pimpinan tadi tak berterima kasih kepada satu pihak pun, bahkan tak berterima kasih kepada pemilik tempat diselenggarkan acara. Saya melihat orang yang sama amat kusyuk berdoa ketika acara sudah sampai pada bagian akhir.
Saya bangga dengan orang ini karena beliau mungkin berterima kasih kepada Tuhan atas terselanggaranya acara. Cuman saya perlu bertanya: apakah terima kasih kepada Tuhan sudah cukup, tanpa harus berterima kasih secara konkret kepada kawan-kawannya? Kiranya relasi baik dengan Tuhan menjadi imperative dibuktikan dalam relasi dengan sesama.
Kita tak bisa mempersalahkan orang yang mewakili pimpinan tadi, karena beliau berbeda dengan pimpinannya; bisa saja beliau grogi karena tak terbiasa berbicara di depan masa; bisa saja juga ia terpesona oleh pujian yang sementara terarah kepada instansinya (dalam hal ini terarah kepadanya); bisa saja ia lupa dengan kawan-kawan yang mendukung terselenggaranya acara karena sanjungan pembawa acara yang sedemikian tinggi sehingga dunia hanya terdiri dari beliau dan cahaya terang benderang (yang lain tak kelihatan gitu lho).
Fenomena ini mengingatkan saya sendiri yang sering tak bersyukur atas rahmat melimpah dari Sang Pemilik Hidup. Saya sering tak berterima kasih atas rejeki yang datang dari Tuhan melalui siapa saja yang menjadi saluran kasihNya. Ungkapan terima kasih memang tak perlu diucapkan jika sekadar basa-basi. Namun lebih baik disampaikan apalagi ketulusan sedang berbicara dari inner core. Mungkin Tuhan tersenyum manakala kita berterima kasih kepada-Nya melalui manusia di sekitar kita.

Dalam Terik Matahari,
Johnson Steffan. D.

Tidak ada komentar: