29 September 2008

Menerima & Membagi Keadilan

Seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.
Cerita yang berumur ribuan tahun ini tampil dalam wajah terkini: seorang teman berbagi pengalaman hidup mengenai fasilitas di perusahaannya. Ia sering “dikeluhkan” atasannya karena fasilitas yang diperoleh melebihi jabatannya. Sayangnya, atasan kawan ini juga mendapat fasilitas yang melebihi apa yang seharusnya ia terima.
Masih banyak bentuk seperti kisah di atas yang parallel kualitasnya dengan pelbagai peristiwa di era sekarang. Semua itu mengingatkan sikap kita terhadap orang lain. Pertanyaan penting: apakah kita sudah berlaku adil terhadap sesama sementara kita memperoleh keadilan dari orang lain?
Dalam Suasana Duka,
Johnson Steffan. D.

Tidak ada komentar: