05 September 2008

Manusia dan Proyeksi dalam Dunia

Manusia dalam konteks heideggerian dipahami sebagai ia yang berada di sana (Dasein). Keberadaan manusia di sana bukanlah sesuatu yang dipilih melainkan sesuatu yang ditentukan oleh faktisitas manusia. (Fakstisitas adalah suatu keadaan atau kenyataan yang diterima tanpa suatu pilihan.) Faktisitas dapat dilukiskan sebagai dimensi kebendaan. Faktisitas dapat diartikan sebagai dimensi kebendaan itu yang membuat manusia senasib dengan apa yang kita maksudkan sebagai “riil” atau “yang berhubungan dengan benda”. Namun segera harus ditambahkan manusia diperhadapkan dengan berbagai kemungkinan untuk berada (possibility for being). Kemungkinan untuk berada itu dimengerti dalam konteks kemampuan manusia untuk memenuhi dan mengutuhkan keberadaannya.
Keterlemparan atau keberadaan di sana memang adalah suatu yang ditentukan namun manusia mampu berbuat sesuatu untuk mengatasi keterlemparannya itu. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa manusia mempunyai dalam dirinya sejumlah kemungkinan dan kemampuan untuk berada. Subyek sebagai “aku yang mampu” dapat mewujudkan proyek-proyek di mana ia dapat merealisasikan eksistensinya. Proyek-proyek itu merupakan cara berada paling azasi dari manusia. Sebab melalui proyek itu manusia mewujudkan kemungkinan untuk berada melebihi benda.Dengan demikian subyek manusia ditandai faktisitas dan transendensi. Sebagai faktisitas, manusia berada dan dibatasi oleh keadaan dan situasinya. Sebagai transendensi, manusia mampu mengubah situasi itu atau menerimanya. Namun demikian transedensi tidak bersifat mutlak karena manusia tidak pernah “tanpa faktisitas”.
Salah satu unsur penting dalam Desein adalah dunia. Manusia tidak berada dalam dirinya sendiri, ia berada dalam ruang (space). Ruang itulah dunia. Dalam dunia itu manusia mewujudkan keberadaanya lewat cara beradanya (proyeksi). Selamat berproyeksi.

Tidak ada komentar: