27 Oktober 2008

Ignorantia Terhadap Agama Orang Lain

Banyak orang yang berbeda agama dengan saya menghargai kebenaran agama orang lain. Kenyataan ini tak lain sebagai hasil dari proses pendidikan yang menghargai keragaman beragama. Suatu proses yang terolah dengan baik oleh individu yang matang menerima perbedaan.
Namun, ada beberapa gelintir pihak sangat percaya diri menulis atau membicarakan agama orang lain secara SERAMPANGAN. Mereka yang saya sebut sebagai beberapa gelintir pihak ini sangat minoritas dalam jumlah – termasuk yang disebut sebagai ahli dalam lingkungan agamanya. Ulasan orang-orang seperti ini, biasanya menghakimi agama lain sebagai suatu realitas bengkok yang jauh dari kebenaran. Yang seperti ini, bagi saya, bukan ahli lagi. Mana ada seh, hare gene orang diberikan penghargaan oleh orang lain karena tulisannya yang menyudutkan agama orang lain? Sejauh yang saya tahu: TIDAK ADA. Yang mengherankan saya: ada orang yang secara sengaja mempublikasikan agama orang lain sebagai kenyataan tak berlogika di pelbagai media.
Lebih aneh lagi, kaum yang saya golongkan sebagai segelintir pihak ini dengan berani mengutip dari sebagian pubikasi resmi dari agama orang lain, ada yang mengutip kitab suci segala lagi demi membenarkan apa yang dia pikirkan bahwa agama lain salah. Dan, SELALU apa yang diulas merupakan uraian yang amat basi dan ketinggalan zaman. Kadang kita (termasuk saya) tak sadar bahwa agama lain itu tak sekadar kitab suci, tak sekadar praktek ritual, tak sekadar hari-hari besar keagamaan, tak sekadar tradisi. Agama meliputi banyak kenyataan yang harus dilihat secara utuh dan dilihat penuh hormat.
Lalu, apa tujuan semua ulasan tentang agama orang lain yang sejatinya tak utuh itu? Mau “menobatkan” orang supaya menganut agama yang sama dengan kita? Ah, lelucon. Dalam era sekarang, kiranya lebih baik menobatkan orang supaya menjalani dan menghayati agamanya secara benar dari pada sibuk berlogika supaya orang lain “bertobat” sehingga berpindah agama dan masuk dalam agama yang kita anut.
Di masa sekarang, banyak orang pindah agama hanya karena alasan rendahan seperti: pekerjaan, mau nikah, pengalaman “spiritual” di level PERASAAN, bukan karena alasan “pertobatan” sebagai pilihan setelah membaca atau mendengar “logika” agama yang dijelaskan oleh segelintir pihak tadi. Namun, jika masih ada segelintir pihak yang tetap ngotot mempublikasikan tulisan agama orang lain sebagai salah maka kita harus menerimanya sebagai saudara. Orang seperti ini tetap saudara kita yang kebetulan ignoran. Dan, orang seperti ini harus masuk dalam daftar orang yang harus kita doakan..

Salam dan Hormat,
Johnson Steffan. D.

Tidak ada komentar: