18 Juli 2009

Tuhan Tak Maha Kuasa?

Pertanyaan di atas kujawab dengan penuh keyakinan, bahkan dengan suara lantang: “YA, Tuhan tak maha kuasa”. Pasti kaum teis akan menganggapku manusia paling tak beradab, orang gila, penganut ateis, pribadi tak toleran dan pelbagai macam predikat untuk diri ini. Saya tentu sangat menerima semua label yang dikenakan untukku karena jawaban tak lazim tadi. Dalam dunia yang positivis, empiris, logis, matematis, ekonomis, filosofis dan seterusnya jawaban ini tentu hal biasa manakala dilihat apa yang menjadi alasan keyakinan “ya” tesebut.

Menurut saya, kemahakuasaan Tuhan sebenarnya hanya ada dalam kitab-kitab suci. Anda tentu sangat mampu membuktikan betapa kemahakuasaan Tuhan itu hanya suatu berita suci yang diperoleh dari pendahulu kita. Mengapa Tuhan tak maha kuasa? Manusialah yang menciptakan sosok Tuhan tak berkuasa. Koq bisa? Bisa saja. Coba kita lihat dari keyakinan akan kemahakuasaan Tuhan dan praksis kita. Katanya, Tuhan maha kuasa namun kita sendiri membatasi kekuasaan Tuhan hanya dalam agama kita. Kadang kita berpikir/bersikap bahwa Tuhan sebenarnya hanya bekerja dalam agama kita sementara agama lain Tuhan tidak bekerja. Dengan kata lain, kebenaran absolute hanya ada dalam agama kita karena Tuhan bekerja di dalamnya. Nah, bayangkan saja betapa tak ada kuasanya Tuhan itu dalam suatu keyakinan terpegang teguh hanya karena ada agama lain berbeda dengan kita. Masa sih Tuhan hanya bekerja dalam agama kita? Betapa lemahnya Tuhan kayak gitu. Inilah kekonyolan yang kadang kita hidupi dalam keyakinan dan keseharian kita. Now, jika kita mampu menghargai dan menerima bahwa Tuhan juga menganugerahkan kebenaran dalam agama orang lain maka saat ini pula kita mengakui betapa Tuhan itu maha kuasa. Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan “apakah Tuhan tak maha kuasa” adalah “TIDAK, TUHAN SUNGGUH MAHA KUASA”.

Kasus lain. Kita menyatakan bahwa Tuhan maha kuasa atas diri ini namun kenyataanya Tuhan tak maha kuasa lagi. Mengapa? Karena panggilan Tuhan untuk (misalnya) menjalankan kewajiban agama dikalahkan oleh hal peripheral seperti hobi. Contoh: jam sekian kewajiban agama mengharuskan kita untuk beribadat namun kita lebih memilih mancing ikan, main badminton, ngumpul dengan teman-teman dan seribu satu macam hobi lain. Nah, manakala kita meletakkan hobi di bagian sekunder dan memposisikan kewajiban beragama di posisi tertinggi maka TUHAN SUNGGUH MAHA KUASA.

Pertanyaan terakhir: apakah Tuhan maha kuasa ada dalam keputusan harian kita? Silakan kita menjawabnya. Namun, tanpa keputusan kita pun, TUHAN TETAP SUNGGUH MAHA KUASA. ***

Salam dan Hormat,
Johnson Steffan. D.

Tidak ada komentar: